Minggu, 23 September 2012

mopral anak bangsa

Pendidikan Moral Anak Bangsa

Berita tentang pemerkosaan, pelecehan seksual dan kejahatan lainnya hampir setiap hari di kabarkan media massa. Belum lagi video-video porno yang terus diproduksi, baik yang dibuat secara profesional maupun amatir. Baik video yang memang diproduksi untuk kepentingan komersil maupun video yang pada awalnya hanya untuk kepentingan pribadi tapi 'terpublikasikan' secara umum.

Dampak video-video tersebut sangat luar biasa terhadap sikap dan gaya hidup masyarakat. Khususnya para generasi muda yang akan menjadi penerus bagi kelangsungan bangsa ini kedepannya. Bisa dibayangkan, jika para pemimpin bangsa di masa depan tersebut, saat ini sedang gemar menonton video-video mesum. Efek dari tontonan tersebut akan berpengaruh pada pembentukan sikap dan karakter mereka nantinya.

Agar tulisan ini tidak merembes kepada hal yang terlalu luas, maka permasalahan yang dibahas hanya pada video mesum a.k.a porno sebagai salah satu penyebab dari hilangnya nilai-nilai moral dan budaya anak bangsa. Kemudian, solusi yang ditawarkan hanya dibatasi pada tatanan pendidikan anak-anak usia sekolah.

Maraknya aktivitas yang berbau seks bebas membuat kita menjadi gamang melihat perkembangan generasi muda saat ini. Apakah yang menjadi penyebab hal tersebut?

Setidaknya ada dua hal yang menjadi penyebab hal tersebut dimana keduanya saling terkait satu sama lain. Penyebab Pertama adalah perkembangan teknologi yang sangat cepat. Teknologi yang semakin modern, memungkin penggunanya untuk dapat mengakses informasi dengan sangat cepat. Sebut saja ada video mesum terbaru yang beredar di sebuah daerah di jawa. Maka dengan bantuan internet, video tersebut dapat tersebar luas dengan hitungan menit kesemua daerah di seluruh nusantara ini dengan bantuan internet.

Penetrasi penyebaran video tersebut semakin meluas dengan bantuan koneksi data yang juga semakin canggih, seperti bluetooth dan dari PC ke handphone atau sebaliknya.

Pada kasus Ariel, Luna Maya dan Cut Tari misalnya. Dengan bantuan media massa, video tersebut diunduh sebanyak 200 ribu download dalam waktu 10 hari pertama. Andai saja 200 ribu download tersebut dilakukan oleh orang yang berbeda, berarti terdapat 200 ribu orang yang memiliki video tersebut dari unduhan internet.

Misalkan saja, rata-rata per orang yang mengunduh tadi juga membagikan video tersebut kepada teman nya yang lain melalui koneksi bluetooth minimal kepada 2 orang yang berbeda, maka akan terdapat tambahan 400 ribu orang lagi yang memiliki dan menonton video tersebut.

Berarti, sekarang ada 600 ribu orang yang memiliki video tersebut. Bayangkan jika video tersebut beredar seperti sistem multilevel marketing (MLM). Dan bayangkan juga jika seorang anak SMP membanggakan kepada teman satu kelasnya bahwa ia memiliki video tersebut dan kemudian hampir seluruh teman sekelasnya meminta copy video tersebut. Wow.. Amazing...

Bayang juga jika penyebaran informasi yang sangat cepat terjadi untuk hal-hal yang positif, seperti penyebaran ilmu pengetahuan, sosialisasi program pemerintah terbaru, up date penelitian terbaru dan sebagainya.

Sehingga, teknologi tidak dapat disalahkan apalagi dihambat perkembangannya karena justru akan merugikan manusia itu sendiri. Yang salah adalah pengguna teknologi yakni manusia itu sendiri. Hal ini lah yang berkaitan dengan penyebab kedua.

pentingnya karakter anak bangsa

Rating: 7.7/10 (274 votes cast)

Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Dunia Pendidikan

Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk 275 juta penduduk Indonesia”

Sebelum kita membahas topik ini lebih jauh lagi saya akan memberikan data dan fakta berikut:
  • 158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011
  • 42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011
  • 30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI
  • Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM
Sumber : Litbang Kompas
Kini setelah membaca fakta diatas, apa yang ada dipikran anda? Cobalah melihat lebih ke atas sedikit, lebih tepatnya judul artikel ini. Yah, itu adalah usulan saya untuk beberapa kasus yang membuat hati di dada kita “terhentak” membaca kelakuan para pejabat Negara.
Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.

Bayangkan apa persaingan yang muncul ditahun 2021? Yang jelas itu akan menjadi beban kita dan orangtua masa kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di Dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada tahun 2021 tentunya membutuhkan good character.
Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient.
Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana dengan penerus orang-orang yang sekarang sedang duduk dikursi penting pemerintahan negara ini dan yang duduk di kursi penting yang mengelola roda perekonomian negara ini? Apakah mereka sudah menunjukan kualitas karakter yang baik dan melegakan hati kita? Bisakah kita percaya, kelak tongkat estafet kita serahkan pada mereka, maka mereka mampu menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?
Dari sudut pandang psikologis, saya melihat terjadi penurunan kulaitas “usia psikologis” pada anak yang berusia 21 tahun pada tahun 20011, dengan anak yang berumur 21 pada tahun 2001. Maksud usia psikologis adalah usia kedewasaan, usia kelayakan dan kepantasan yang berbanding lurus dengan usia biologis. Jika anak sekarang usia 21 tahun seakan mereka seperti berumur 12 atau 11 tahun. Maaf jika ini mengejutkan dan menyakitkan.
Walau tidak semua, tetapi kebanyakan saya temui memiliki kecenderungan seperti itu. Saya berulangkali bekerjasama dengan anak usia tersebut dan hasilnya kurang maksimal. Saya tidak “kapok” ber ulang-ulang bekerja sama dengan mereka. Dan secara tidak sengaja saya menemukan pola ini cenderung berulang, saya amati dan evaluasi perilaku dan karakter mereka. Kembali lagi ingat, disekolah pada umumnya tidak diberikan pendidikan untuk mengatasi persaingan pada dunia kerja. Sehingga ada survey yang mengatakan rata-rata setelah sekolah seorang anak perlu 5-7 tahun beradaptasi dengan dunia kerja dan rata-rata dalam 5-7 tahun tersebut pindah kerja sampai 3-5 kali. Hmm.. dan proses seperti ini sering disebut dengan proses mencari jati diri. Pertanyaan saya mencari “diri” itu didalam diri atau diluar diri? “saya cocoknya kerja apa ya? Coba kerjain ini lah” lalu kalau tidak cocok pindah ke lainnya. Kenapa tidak diajarkan disekolah, agar proses anak menjalani kehidupan  di dunia yang sesungguhnya tidak mengalami hambatan bahkan tidak jarang yang putus asa karena tumbuh perasaan tidak mampu didalam dirinya dan seumur hidup  terpenjara oleh keyakinannya yang salah.

Baiklah kembali lagi ke topik, Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia, sanggup?
Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat)